Perkembang Masuknya Agama Islam ke Karawang


        Jalur perdagangan dan penyebaran dari pusat pemerintahan Islam di Damaskus dan Baghdad kenusantara dalam garis besarnya ada dua, yaitu : melalui daratan Tiongkok ketimur tengah yang disebut  "jalur sutra" dan melalui perlak di Aceh terus berlayar melalui Lautan India ke Gujarat dan Teluk Persia.
      Sejak tahun 671 M, Kerajaan Melayu Tua dan Sriwijaya telah mengorganisir perdagangan rempah-rempah dan dengan menggunakan kapal dagang yang bertolak dari pelabuhan Muara sabak, dekat sungai Batanghari. Route pertama yang dipergunakan selama hampir seratus tahun adlah tetap yaitu Muara sabak, kapal pengangkut rempah-rempah melalui Cina selatan dan berhenti dulu di Cempa.Dari sini kapal berlabuh di Canton Tiongkok, kemudian barang dagangan ini diangkut oleh rombongan para pedagang yang menggunakan unta, lewat jalan darat langsung menuju Damaskus Syiria.
        Pada tahun 715 M,Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Dinasti Umayah, menemukan jalur perdagangan yang baru yang lebih menguntungan yaitu melalui Teluk persia terus keGujarat India, ke Perlak di Aceh, kemudian,kemudian langsung ke Kerajaan Sriwijaya. Untuk meningkatkan perdagangan dan penyebaran agama Islam, Khalifah Umar bin Abdul Aziz Tahun 718 M, mengirim misi diplomatik ke Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Kalangga di Japara, sehingga perdagangan semakin menguntungkan dan Kota Damaskus menjadi kota perdagangan di Dunia. Namun tidak digunakan "jalur sutra" tentu sangat merugian Tiongkok, sihingga sehingga Kaisar dari Dinasti Tang yang memerintah abad VII-IXmelakukan penyerangan terhadap kerajaan Sriwijaya dan Raja Sirndrawarman yang telah memeluk agama Islam tewas terbunuh .
        Kerenggangan diplomatik dengan pihak Tiongkok dapat dipulihkan kembali oleh Khalifah Harun Al Rasyid yang memerintah tahun 786-809 M, sehingga bukan saja melancarkan hubungan dagang, akan tetapi juga dalam penyebaran Agama Islam. Hal ini ditndai dengan bertambahnya Islam disumatra dan Malaka.seperti kesultanan Daya Pasai, Bandar Kapilah, Muara Malaya, Aru Baruman, dan kesultanan kuntu kampa. Perdagangan yang melalui dua jalur tadi membawa kestabilan dan pemerintahan Kesultanan Islam di Sumatra dan Malaka dan penyebaran agama Islam antara Abad VII-XV makin meluas ke kota kota  pelabuhan di pulau Jawa. Pada Tahun 1409, Kaisar Cheng Tu dari Dinasti Ming memerintahkan Laksamana Haji Sampo Bo untuk memimpin Armada Angkatan Lautnya dan mengerahkan 63 buah Kapal dengan prajurit yang berjumlah hampir 25 000 orang untuk menjalin persahabatan dengan kesultanan yang beragama Islam. Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu rupanya didikut sertaan Syeh Hasanuddin dari Campa untuk mengajar Agama Islam dikesultanan Malaka, Sebab  Syeh Hasanuddin adalah putra Ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syeh Yusuf Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syeh Jamaluddin serta Syeh Jalaluddin Ulama besar Mekah. Bahkan menurut sumber lain garisketurunannya sampai kepada Syaidina Husein bin Syaidina Ali ra, menantu Rosulullah saw. Adapun pasukan angkatan laut Tiongkok  pimpinan Laksaman Sam Po Bo lainnya ditugaskan mengadakan hubungan persahabatan dengan KI Gede Tapa Syah Bandar Muara Jati Cirebon serta sebagai wujud kerjasama itu dibangunlah sebuah menara dipantai pelabuhan Muara Jati.
        Kegiatan penyebaran Agama Islam oleh Syeh Hasanuddin rupanya sangat mencemaskan penguasa Pajajran yang bernama Prabu Angga Larang, Sehingga dimintanya agar penyebaran tersebut dihentikan. Oleh Syeh Hasanuddin perintah itu dipatuhi. Kepada utusan yang datang kepadanya ia mengingatkan, bahwa meskipun Dakhwah itu dilarang, namun kelak dari ketrunan Prabu Angga Larang ada yang akan menjadi Walillulah. Beberapa saat kemudian  Syeh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gede Tapa sendiri, sangat prihatin atas peristiwa yang menimpa Ulama Besar, Sebab Ia pun ingin menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu sewaktu Syeh Hasanuddin kembali ke Malaka, putrinya yang bernama Nyi Subang Karncang dititipkan ikut bersama Ulama Besar ini untuk belajar Agama Islam di Malaka.
        Beberapa waktu kemudian Syeh Hasanuddin membulatkan tekadnya untuk kembali kewilayah Kerajaan Hindu Pajajaran. Untuk keprluan tersebut, maka telah disiapkan 2 perahu dagang yang memuat rombongan para santrinya termasuk Nyi Subang Karancang. Setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, Kemudian memasuki Muara Kali Citarum yang ramai dilayari oleh Perahu para pedagang yang memasuki wilayah Pajajaran. Selesai menyusuri Kali Citarum ini akhirnya rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang.Kedatangan rombongan Ulama Besar ini disambut baik oleh petugas Pelabuhan Karawang dan di izinkan untuk mendirikan Musholla yang digunakan juga untuk belajar mengaji dan tempat tinggal.

0 komentar:

Posting Komentar - Back to Content

 
Selamat datang di Karawang Community, semoga artikelnya bermanfaat untuk kalian dan jangan lupa tinggalkan komentar...